Oke langsung aja.
Jadi ada beberapa hal yang harus kita tentukan dalam membaca dan menginterpretasikan sehelai kertas EKG nun panjang itu. Langsung aja kita simak.
1. Tentukan Irama.
a. Sinus/asinus
Jadi, pertama-tama kita harus tahu, ini gelombang merupakan gelombang sinus atau bukan. Suatu gelombang sinus itu ditandai dengan setiap gelombang P diikuti dengan kompleks QRS.
Kemudian, setelah kita tahu itu gelombang sinus atau bukan, kita tentukan ritmenya. Ritme bisa kita lihat dari jarak antara gelombang P ke gelombang P berikutnya, atau jarak dari puncak kompleks QRS ke puncak kompleks QRS berikutnya. Kalau jaraknya sama, maka gelombang tersebut kita sebut gelombang yang ritmik atau berirama reguler. Kalau jaraknya ga sama, itu yang disebut disritmia/aritmia. Aritmia sendiri terbagi lagi bisa bradiritmia atau takiritmia. Tapi karena kita membahas EKG normal, saya cuma bakal ngasi gambaran yang normal aja.
2. Tentukan Jumlah Gelombang P dan Tentukan Jumlah Gelombang QRS.
Nah, selanjutnya kita akan menentukan jumlah gelombang P dan QRS. Jika gelombang tersebut gelombang sinus, maka sudah dapat kita pastikan jumlah gelombang P akan sama dengan jumlah gelombang QRS.
Di tahap ini, kita juga harus menentukan denyut jantung/heart rate (HR), walaupun biasanya di kertas EKGnya juga udah ada nilai HRnya. HR bisa ditentukan dengan 3 metode, 2 metode di antaranya dapat digunakan untuk gelombang yang sinus ritmik, antara lain seperti berikut:
1. HR = 300/Jumlah Kotak Besar (KB) di antara R ke R berikutnya
2. HR = 1500/Kotak Kecil (KK) di antara R ke R berikutnya
Contohnya, untuk gambar sebelumnya yang merupakan gelombang sinus ritmik, HRnya dapat kita tentukan dengan metode tadi. Jika kita lihat kembali, yang terlihat dari gambar hanyalah kotak besar (KB), dan jarak dari R ke R berikutnya sekitar 3 KB, berarti kita dapat memastikan bahwa HRnya ialah 100 x/menit dengan menggunakan metode 1, yaitu 300/3 = 100.
Metode selanjutnya digunakan jika gelombang berupa gelombang aritmik. HR ditentukan dengan:
3. Hitung jumlah gelombang R dalam 6 detik kemudian dikali dengan 10 ATAU hitung jumlah gelombang R dalam 12 detik kemudian dikali dengan 5. Itulah HRnya.
3. Tentukan Gelombang P.
a. Durasi normal = sekitar 0,06 detik. (Panjangnya sekitar 1,5 KK)
b. Amplitudo normal = sekitar kurang dari 0,25mV. (Tingginya sekitar ga lebih dari 2,5 KK)
c. Morfologi = lihat, bentuk gelombang P, normalnya, gelombang yang terbentuk tumpul, seperti setengah lingkaran dan memiliki durasi dan amplitudo sesuai yang di atas. Perhatikan juga apakah ada bentuk gelombang P yang lain, seperti gelombang P mitral (lebih melebar, biasanya lebih dari 0,12 detik, bentuknya menyerupai huruf M) yang menandakan adanya pembesaran atrium kiri (Left Atrial Hypertrophy/LAH), gelombang P pulmonal (runcing) yang menandakan pembesaran atrium kanan (Right Atrial Hypertrophy/RAH), gelombang P inversi ataupun bifasik.
Interval PR ini terjadi karena penyebaran impuls ke seluruh atrium sebelum memulai sebuah kontraksi ventrikel, yang berupa gelombang isoelektris mulai dari awal P hingga ke awal kompleks QRS. Normalnya gelombang ini berdurasi 0,12 hingga 0,2 detik (Panjangnya sekitar 3-5 kotak). Apabila interval PR ini memanjang, maka kita harus mencurigai adanya suatu blok jantung.
5. Tentukan Durasi QRS Kompleks.
Nah, QRS kompleks ini menandakan terjadinya depolarisasi dan kontraksi dari ventrikel. Durasi normal QRS kompleks ini tak lebih dari 0,10 detik. Suatu QRS kompleks yang melebar dapat berasal dari ventrikel sendiri atau berasal dari supraventrikular dengan konduksi yang abnormal. Sedangkan, QRS yang menyempit hampir seluruhnya berasal dari supraventrikular.
6. Tentukan Aksis Gelombang P dan Aksis Gelombang QRS (Untuk melihat aksis jantung).
a. Aksis gelombang P
Peninjauan aksis gelombang P digunakan untuk melihat aksis otot atrium jantung. Oleh karena komposisi otot atrium lebih kecil daripada otot ventrikel, maka peninjauan ini sering diabaikan. Namun, aksis bisa dilihat dengan memastikan arah defleksi gelombang P yang umumnya mengarah ke atas (defleksi positif) di semua lead kecuali lead aVR yang berarti hal tersebut normal.
b. Aksis gelombang QRS
Peninjauan aksis gelombang QRS digunakan untuk melihat aksis otot ventrikel jantung, yang sering dan umum juga untuk melihat aksis jantung itu sendiri. Normalnya, aksis jantung berada di antara -30 derajat sampai 110 derajat. Cara mudah untuk menentukan aksis jantung ialah dengan menilai resultan gelombang R (defleksi ke atas) dengan Q dan S (defleksi ke bawah) di lead I dan di lead aVF (dengan batas hitung ialah setara dengan garis isoelektris pada interval PR). Misal ya, kita mau melihat lead I positif atau tidak, caranya kita hitung berapa jumlah kotak kecil gelombang R, kemudian hitung lagi berapa jumlah kotak kecil di Q dan S, kemudian kita kurangkan. Contohnya, ada 8 KK di R, dan 1 KK di Q, serta 5 KK di S. Maka resultannya = 8-(1+5) = 2 (Positif 2!!). Berarti hasilnya positif. (Hamil dong doi? Ekh ngaco, lanjut bahas EKGnya!). Kemudian, hal yang sama juga dilakukan untuk menghitung resultan di lead aVF. Nah interpretasinya, normalnya jika di lead I dan aVF bernilai normal (sesuai dengan arah arus jantung). Tetapi jika lead I positif dan lead aVF negatif (berarti ke kiri atas kan?), maka ini sebuah LAD/Left Axis Deviation. Dan jika lead I nya yang negatif dan lead aVF positif, maka ini suatu RAD/Right Axis Deviation. Dan jika kedua lead negatif, ini merupakan suatu extreme RAD.
Semoga gambar handmade berikut bisa membantu ehehe #innocentface.
7. Tentukan Konfigurasi QRS Kompleks.
a. Tentukan ada tidak Q patologis
Q patologis ialah dimana durasi gelombang Q lebih dari 0,04 detik (1 KK) dan tinggi atau dalamnya lebih dari 0,2 mV (2KK) atau lebih dari 1/3 dari amplitudo QRS kompleks. Q patologis ini menandakan suatu miokard infark (8-48 jam).
b. Tentukan apakah terdapat hipertrofi ventrikel
- hipertrofi ventrikel kiri, yaitu apabila jumlah kotak kecil gelombang S di Lead V1 ditambah dengan jumlah kotak kecil gelombang R di V5 atau V6 lebih dari 35 KK (lebih dari 35 mm)
- hipertrofi ventrikel kanan, yaitu apabila jumlah kotak kecil gelombang R di lead V1 lebih dari 10 KK (lebih dari 10mm/ > 1mV)
c. Konfigurasi gelombang R dan S
Normalnya, dari V1 ke V6 gelombang R akan semakin meninggi dan dari V1 ke V6 gelombang S akan semakin memendek.
8. Tentukan Segmen ST.
Segmen ST ini merupakan gelombang isoelektris yang dimulai dari J point hingga awal gelombang T. Apakah itu J point? J point merupakan titik batas antara akhir kompleks QRS dengan awal segmen ST. Normalnya segmen ST berupa gelombang isoelektris dan bisa saja naik 2 KK atau turun 0,05 KK di V1 hingga V6. Jadi jangan buru-buru mendiagnosis itu sebuah ST elevasi atau ST depresi, karena ST elevasi dan ST depresi gambarannya khas (benar-benar naik atau benar-benar turun).
9. Tentukan Gelombang T.
Normalnya gelombang T lebih tinggi sedikit dari pada gelombang P, dan ini menandakan terjadinya repolarisasi ventrikel. Sebenarnya, bukan hanya ventrikel yang repolarisasi, tetapi atrium juga, namun, karena otot atrium komposisinya lebih kecil daripada otot ventrikel seperti yang telah dijelaskan tadi, maka repolarisasi atrium akan kalah (istilahnya boleh lah ya) dengan depolarisasi si ventrikel. Selanjutnya, perhatikan jika gelombang T yang muncul berbentuk runcing, ini menandakan suatu hiperkalemi, atau bisa saja gelombang yang muncul inversi yang menandakan suatu infark yang sudah lama.
10. Gelombang U.
Gelombang U ini dimana-mana jarang dibahas. Kenapa? Karena penampakannya juga jarang didapati wkwkwk (langka bok).
Akhirnya selesai juga saya membahas 10 langkah dalam membaca EKG normal. Semoga tidak semakin membuntukan pikiran kamu yang membaca ya gaeess.. Selamat belajar :)
Sumber: ingatan penulis akan kuliah dan pelatihan yang pernah didapat.
Note:
1 KK = 0,04 detik (lebar) = 0,1 mV atau 1 mm (tinggi)
1 KB = 0,20 detik = 0,5 mV atau 5 mm (tinggi)
Jadi 1 KB = 5 KK